BAB
I
PENDAHULUAN
Allah SWT, sang Pencipta alam, dengan sifat kasih dan sayang-Nya
menganugerahkan “hidayah” kepada semua makhluk-Nya dalam berbagai bentuk.
Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar, menyatakan bahwa hidayah yang diberikan Allah
kepada semua makhluk-Nya itu dalam lima bentuk antara lain hidayah al-wijdan
atau hidayah al-ilham (instink, naluri), hidayah al-hawas (indera), hidayah
al-‘aql (akal rasio), hidayah al-wahyi (wahyu, agama), dam hidayah at-taufik
atau al-ma’unnah (pertolongan spontan dari Allah dan sesuainya kehendak Tuhan
dan rencana manusia).
Akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia sekali didalam Islam.
Dengan akal maka terselamatlah diri daripada mengikuti hawa nafsu yang sentiasa
menyuruh untuk melakukan keburukan. Dan setiap perbuatan buruk adalah yang akan
membawa manusia ke Neraka Jahannam, Allah SWT berfirman:
Dan mereka berkata:
"Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) nescaya
tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala". [Q.S. Al-Mulk : 10]
Ayat ini menerangkan tentang penyesalan para penghuni neraka yang tidak
mahu mendengar dan menggunakan akal ketika hidup di dunia. Berarti, kedudukan
akal sangat tinggi dan mulia sekali yaitu mampu memelihara manusia dari api
neraka.
Akal dan wahyu digunakan oleh manusia untuk membahas ilmu pengetahuan. Akal
digunakan manusia untuk bernalar. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman dan
acuan dalam berpikir. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu hal
yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan ilmu
pengetahuan karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang
diberikan Allah SWT yaitu akal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Akal
1. Pengertian Akal
Kata akal berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل),
yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh
(عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها)
1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون)
22 ayat, kata-kata itu memiliki arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil
arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan
yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat
luas.
Akal adalah suatu daya yang diciptakan Allah Ta’ala bagi manusia untuk
memikir, mengkaji dan memahami sesuatu mengikut syarat-syaratnya yang tertentu.
Ini adalah makna umumnya. Dari segi kewujudannya, ia adalah satu jisim halus yang
menjadi rahasia Allah Ta’ala. Dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala telah menjelaskan
jisim halus ini dengan firman-Nya yang bermaksud “Apabila mereka bertanya
kepada engkau (wahai Muhammad) tentang roh, katakanlah: Roh itu urusan Tuhan.
Dan kamu hanya bisa diberitahu sedikit saja” (QS. Al-Isra’ : 85).
2. Fungsi Akal
a.
Tolak ukur akan
kebenaran dan kebatilan.
b.
Alat untuk mencerna
berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
c.
Alat penemu solusi
ketika permasalahan datang.
3. Kekuatan Akal
a. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
b. Mengetahui adanya kehidupan di akhirat.
c. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan
dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan
pada perbuatan jahat.
d. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan.
e. Mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban pula menjauhi perbuatan
jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
f. Membuat hukum-hukum yang membantu dalam melaksanakan kewajiban tersebut.
B.
Wahyu
1. Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي,
dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang
berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar
memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering
disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang
terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul
wahyu Allah terhadap Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan
kepada Nabi Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu
adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri
disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui
perantara maupun tanpa perantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam
telinga ataupun lainya.
2. Fungsi Wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi
informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima
kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk,
serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di
akhirat. Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan
Allah kepada Nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman
orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau
adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
3. Kekuatan Wahyu
a. Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
b. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia
d. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
e. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
C.
Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Akal menjadi faktor utama
yang menempatkan manusia pada kedudukan yang lebih mulia dibandingkan makhluk
Allah lainnya. Dengan akal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
sehingga terwujud kebudayaan.
Al-Quran menempatkan
akal pada posisi penting dengan banyaknya ayat yang mendorong manusia
menggunakan akalnya dalam berbagai ungkapan antara lain dengan menggunakan kata
madzara, tadabbara, tafakkara, faqiha, tadzakkara, fahima, dan
sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung isyarat penempatan akal
sebagai faktor yang penting dalam kehidupan seorang muslim. Akal membawa
manusia kepada posisi subyek di tengah alam semesta dan menempatkannya sebagai
penguasa (khalifah) yang mampu mengelola dan mendayagunakan alam.
Dalam Islam, akal
memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berarti akal diberi
kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan
untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat
akan selalu cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan wahyu
baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi
Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang
sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku
umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah
itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak
ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu
menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun
larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa Alqur’an dan As-sunnah turun secara
berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Karena masalah akal dan
wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks, yang manakah
diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan manusia
tentang Tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada Tuhan, tentang
apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan
menghindari yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat
sendiri-sendiri antara lain:
1) Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam
tradisional, berpendapat bahwa akal mempunyai kemampuan mengetahui empat konsep
tersebut.
2) Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk
pemikiran kalam tradisional, mengatakan juga (kecuali kewajiban menjalankan
yang baik dan yang buruk) akal mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal
tersebut.
3) Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran
kalam tradisional juga berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan
sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik
dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat
diketahui manusia berdasarkan wahyu.
4) Sementara itu aliran Maturidiyah Bukhara yang juga
digolongkan kedalam pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari
keempat hal tersebut yakni mengetahui Tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk
dapat diketahui dengan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiban
berterima kasih kepada Tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta
meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang
dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan Mu’tazilah,
dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat Al –
Ghaasyiyah ayat 17 dan surat Al - A’raaf ayat 185:
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ
خُلِقَتْ﴿الغاشية:١۷﴾
Artinya: “Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan.”
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ
اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ﴿اﻷعراف:١۸۵﴾
Artinya: “Dan apakah mereka
tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan
Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita
manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al-Qur'an itu?”
D.
Perbedaan antara Akal dan Wahyu
Ø Ciri-Ciri Wahyu
1.
Wahyu itu dibawa untuk memberi hidayat dan petunjuk kepada manusia dalam
hidup mereka.
2.
Wahyu
ialah sesuatu hakikat yang mutlak, karena ia datang dari Allah, ia suci, benar
dan terpelihara.
3.
Wahyu
dibawa sebagai penasihat kepada manusia, tetapi kedatangannya bukanlah dengan
kehendak atau permintaan manusia.
4.
Wahyu
yang diturunkan juga bukanlah supaya manusia menilai semua benar atau salah,
tetapi penurunannya supaya manusia mengikuti dan mematuhi segala perintah
dengan penuh ketaatan.
5.
Wahyu
disampaikan kepada manusia melalui perantaraan para nabi dan rasul.
6.
Wahyu
dapat menjelaskan dan menguraikan persoalan yang tidak difikirkan atau tidak
dapat dijelaskan oleh fikiran manusia.
7.
Wahyu itu
tidak mungkin dapat diubah dan tidak mungkin dapat dipindah.
8.
Wahyu
tidak akan diturunkan lagi setelah wafat Nabi Muhammad SAW.
Ø Ciri-Ciri Akal
1.
Akal
tidak mampu membawa kebenaran yang mutlak, yaitu akal tidak dapat menjamin
kebahagiaan hidup yang mutlak kepada manusia, apalagi dalam persoalan akidah
dan syara’.
2.
Pertimbangan
akal berubah menurut keadaan, suasana, waktu, pengalaman dan lainnya.
3.
Akal dan
fikiran manusia tentang sesuatu persoalan itu tidak akan berakhir dan tidak ada
batasnya selagi manusia itu hidup.
Kesimpulannya,
wahyu mempunyai hubungan yang erat dengan akal, karena wahyu menjelaskan apa
yang tidak dapat dicapai oleh akal seperti alam ghaib. Wahyu merupakan nur atau
cahaya dan puncak untuk mencapai hakikat kebenaran.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akal adalah peralatan
manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta
menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas.
Wahyu adalah firman
Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
disampaikan kepada umat. Pengetahuan adalah hubungan subjek dan objek,
sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji secara ilmiah dan
kebenarannya jelas. Dengan menggunakan akal, manusia mampu memahami Al-Qura’an
yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan
akal pula, manusia mampu menelaah sejarah Islam dari masa ke masa dari masa lampau.
Akal dan wahyu
digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Antara akal dan
wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan bahkan saling
berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah. Sehingga
hubungan antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan tetapi sangat berkaitan
antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kedua-duanya saling
menyempurnakan.
Ibnu Rusyd menyebutkan
bahwa belajar dan menggunakan akal tidak dilarang dalam agama Islam, bahkan Al
Q uran mengandung banyak ayat
yang menghimbau agar manusia menggunakan akalnya.Wahyu
mempunyai hubungan yang erat dengan akal, karena wahyu menjelaskan apa yang
tidak dapat dicapai oleh akal seperti alam ghaib. Wahyu merupakan nur atau
cahaya dan puncak untuk mencapai hakikat kebenaran.
Seiring perkembangan
zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah
terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut.
Wahyu dan akal
mempunyai peranan penting sebagai petunjuk hidup manusia, bukan saja sebatas
ritual keagamaan semata, akan tetapi fungsi wahyu dan akal dapat digunakan
lebih jauh dari sekedar itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar