Jumat, 18 Maret 2016

AKAL dan WAHYU

BAB I
PENDAHULUAN

Allah SWT, sang Pencipta alam, dengan sifat kasih dan sayang-Nya menganugerahkan “hidayah” kepada semua makhluk-Nya dalam berbagai bentuk. Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar, menyatakan bahwa hidayah yang diberikan Allah kepada semua makhluk-Nya itu dalam lima bentuk antara lain hidayah al-wijdan atau hidayah al-ilham (instink, naluri), hidayah al-hawas (indera), hidayah al-‘aql (akal rasio), hidayah al-wahyi (wahyu, agama), dam hidayah at-taufik atau al-ma’unnah (pertolongan spontan dari Allah dan sesuainya kehendak Tuhan dan rencana manusia).
Akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia sekali didalam Islam. Dengan akal maka terselamatlah diri daripada mengikuti hawa nafsu yang sentiasa menyuruh untuk melakukan keburukan. Dan setiap perbuatan buruk adalah yang akan membawa manusia ke Neraka Jahannam, Allah SWT berfirman:
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) nescaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". [Q.S. Al-Mulk : 10]
Ayat ini menerangkan tentang penyesalan para penghuni neraka yang tidak mahu mendengar dan menggunakan akal ketika hidup di dunia. Berarti, kedudukan akal sangat tinggi dan mulia sekali yaitu mampu memelihara manusia dari api neraka.
Akal dan wahyu digunakan oleh manusia untuk membahas ilmu pengetahuan. Akal digunakan manusia untuk bernalar. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam berpikir. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan ilmu pengetahuan karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan Allah SWT yaitu akal.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Akal
1.      Pengertian Akal
Kata akal berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu memiliki arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas.
Akal adalah suatu daya yang diciptakan Allah Ta’ala bagi manusia untuk memikir, mengkaji dan memahami sesuatu mengikut syarat-syaratnya yang tertentu. Ini adalah makna umumnya. Dari segi kewujudannya, ia adalah satu jisim halus yang menjadi rahasia Allah Ta’ala. Dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala telah menjelaskan jisim halus ini dengan firman-Nya yang bermaksud “Apabila mereka bertanya kepada engkau (wahai Muhammad) tentang roh, katakanlah: Roh itu urusan Tuhan. Dan kamu hanya bisa diberitahu sedikit saja” (QS. Al-Isra’ : 85).
2.      Fungsi Akal
a.       Tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
b.      Alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
c.       Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.
3.      Kekuatan Akal
a.       Mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
b.      Mengetahui adanya kehidupan di akhirat.
c.       Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
d.      Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan.
e.       Mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban pula menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
f.       Membuat hukum-hukum yang membantu dalam melaksanakan kewajiban tersebut.

B.     Wahyu
1.      Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhadap Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
2.      Fungsi Wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.


3.      Kekuatan Wahyu
a.       Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
b.      Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c.       Membuat suatu keyakinan pada diri manusia
d.      Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
e.       Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

C.    Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Akal menjadi faktor utama yang menempatkan manusia pada kedudukan yang lebih mulia dibandingkan makhluk Allah lainnya. Dengan akal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga terwujud kebudayaan.
Al-Quran menempatkan akal pada posisi penting dengan banyaknya ayat yang mendorong manusia menggunakan akalnya dalam berbagai ungkapan antara lain dengan menggunakan kata madzara, tadabbara, tafakkara, faqiha, tadzakkara, fahima, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung isyarat penempatan akal sebagai faktor yang penting dalam kehidupan seorang muslim. Akal membawa manusia kepada posisi subyek di tengah alam semesta dan menempatkannya sebagai penguasa (khalifah) yang mampu mengelola dan mendayagunakan alam.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa Alqur’an dan As-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Karena masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada Tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antara lain:
1)      Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal mempunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
2)      Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional, mengatakan juga (kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk) akal mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
3)      Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu.
4)      Sementara itu aliran Maturidiyah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui Tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dengan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiban berterima kasih kepada Tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan Mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat Al – Ghaasyiyah  ayat 17 dan surat Al - A’raaf   ayat 185:
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ﴿الغاشية:١۷
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan.”
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ﴿اﻷعراف:١۸۵
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al-Qur'an itu?”

D.    Perbedaan antara Akal dan Wahyu
Ø  Ciri-Ciri Wahyu
1.      Wahyu itu dibawa untuk memberi hidayat dan petunjuk kepada manusia dalam hidup mereka.
2.      Wahyu ialah sesuatu hakikat yang mutlak, karena ia datang dari Allah, ia suci, benar dan terpelihara.
3.      Wahyu dibawa sebagai penasihat kepada manusia, tetapi kedatangannya bukanlah dengan kehendak atau permintaan manusia.
4.      Wahyu yang diturunkan juga bukanlah supaya manusia menilai semua benar atau salah, tetapi penurunannya supaya manusia mengikuti dan mematuhi segala perintah dengan penuh ketaatan.
5.      Wahyu disampaikan kepada manusia melalui perantaraan para nabi dan rasul.
6.      Wahyu dapat menjelaskan dan menguraikan persoalan yang tidak difikirkan atau tidak dapat dijelaskan oleh fikiran manusia.
7.      Wahyu itu tidak mungkin dapat diubah dan tidak mungkin dapat dipindah.
8.      Wahyu tidak akan diturunkan lagi setelah wafat Nabi Muhammad SAW.
Ø  Ciri-Ciri Akal
1.      Akal tidak mampu membawa kebenaran yang mutlak, yaitu akal tidak dapat menjamin kebahagiaan hidup yang mutlak kepada manusia, apalagi dalam persoalan akidah dan syara’.
2.      Pertimbangan akal berubah menurut keadaan, suasana, waktu, pengalaman dan lainnya.
3.      Akal dan fikiran manusia tentang sesuatu persoalan itu tidak akan berakhir dan tidak ada batasnya selagi manusia itu hidup.

          Kesimpulannya, wahyu mempunyai hubungan yang erat dengan akal, karena wahyu menjelaskan apa yang tidak dapat dicapai oleh akal seperti alam ghaib. Wahyu merupakan nur atau cahaya dan puncak untuk mencapai hakikat kebenaran.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas.
Wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan adalah hubungan subjek dan objek, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji secara ilmiah dan kebenarannya jelas. Dengan menggunakan akal, manusia mampu memahami Al-Qura’an yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan akal pula, manusia mampu menelaah sejarah Islam dari masa ke masa dari masa lampau.
Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah. Sehingga hubungan antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan tetapi sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kedua-duanya saling menyempurnakan.
Ibnu Rusyd menyebutkan bahwa belajar dan menggunakan akal tidak dilarang dalam agama Islam, bahkan Al Q          uran mengandung banyak ayat yang menghimbau agar manusia menggunakan akalnya.Wahyu mempunyai hubungan yang erat dengan akal, karena wahyu menjelaskan apa yang tidak dapat dicapai oleh akal seperti alam ghaib. Wahyu merupakan nur atau cahaya dan puncak untuk mencapai hakikat kebenaran.
Seiring perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut.
Wahyu dan akal mempunyai peranan penting sebagai petunjuk hidup manusia, bukan saja sebatas ritual keagamaan semata, akan tetapi fungsi wahyu dan akal dapat digunakan lebih jauh dari sekedar itu.
DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar